1. Kasus Illegal Logging
Dengan Modus Pengangkutan Kayu Bulat Oleh Tugboat Sampoerna 88 Dan Tongkang
Sampoerna 99 di
Propinsi Papua Dan Papua Barat
Pada hari Selasa tanggal
8 November 2011 Petugas Bea
Cukai Manokwari telah menahan Tugboat Sampoerna 88 dan Tongkang Sampoerna 99 yang
mengangkut kayu bulat jenis campuran di Perairan sebelah Utara Pulau Biak.
Berdasarkan hasil pengecekan Tim Kementerian Kehutanan bersama-sama dengan
Kanwil Ditjen Bea & Cukai Wilayah Maluku, Papua, dan Papua Barat, serta
Balai Besar TN. Teluk Cendrawasih bahwa di dalam Tongkang tersebut selain kayu
bulat (log) ditemukan alat berat berupa crane
yang diduga digunakan untuk memindahkan kayu bulat tersebut ke kapal lain di
tengah laut.
Berdasarkan informasi dari Nahkoda Tugboat bahwa kayu
bulat tersebut dikirim atas nama PT. Mamberamo Alasmandiri di Kab. Sarmi/
Mamberamo Raya Prov. Papua kepada PT. Wanakayu Hasilindo di Kab. Kaimana Prov.
Papua Barat. Menurut nahkoda tersebut, pengiriman kayu bulat tersebut telah
sering dilakukan dengan tujuan keluar Indonesia. Dari hasil pengecekan
sementara oleh Tim BP2HP Wilayah XVII Manokwari ditemukan jenis kayu Merbau
yang tidak terdapat dalam DKB (Daftar Kayu Bulat) sebagai lampiran SKSKB. Ini
menunjukkan bukti permulaan yang cukup atas indikasi tindak pidana kehutanan,
dengan perkiraan kerugian negara karena hilangnya PSDH DR sebesar + Rp.
1,7 Milyar Rupiah.
Pada 1 Desember 2011, Kanwil Ditjen Bea & Cukai
Manokwari menyerahkan kayu bulat sejumlah 2.660 btg = 7.868,15 M3 (sesuai
dokumen SKSKB) dan dokumen asli SKSKB kepada Balai Besar TN. Teluk Cendrawasih sebagai
wakil Kementerian Kehutanan. Ini yang
kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Kehutanan dengan proses penyidikan
yang ditangani oleh PPNS Kementerian Kehutanan dan PPNS Balai Besar Teluk
Cendrawasih.
2.
Kasus Tindak Pidana Kehutanan PT Tunas Prima
Sejahtera, Kalimantan Timur
Untuk menangani kasus-kasus penggunaan kawasan hutan yang
tidak prosedural di Provinsi Kalimantan Timur, Menteri Kehutanan telah
memerintahkan satu tim dengan Surat Perintah Tugas Nomor PT. 5/Menhut-IV/2011
tanggal 18 April 2011. Anggota tim merupakan gabungan dari berbagai unsur
penegak hukum yakni dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian
Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung
RI.
Salah satu hasil penyidikan Tim ditemukan indikasi tindak
pidana kehutanan berupa penggunaan kawasan hutan produksi untuk perkebunan
kelapa sawit seluas ± 3.600 ha tanpa ijin pelepasan dari Menteri Kehutanan oleh
PT. Tunas Prima Sejahtera (PT. TPS) di Kecamatan Kembang Janggut, Kabupaten
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tindak pidana kehutanan yang dilakukan
oleh PT. TPS adalah sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (3) huruf a junto
Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yakni
“Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak
sah, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
5 milyar rupiah.
Semula PT. TPS merupakan perusahaan PMDN yang dipimpin
oleh HJ selaku Direktur Utamanya. Pengurusan ijin lokasi dan ijin usaha
perkebunan dilakukan HJ sejak tahun 2006, kemudian pada tahun 2008 HJ menjual
95% saham PT. TPS kepada warga negara Malaysia dan pada tahun 2010 HJ melepas
seluruh sahamnya. Dengan demikian sejak tahun 2010 HJ tidak memiliki lagi saham
di PT. TPS. Pasca pelepasan seluruh saham oleh HJ, direksi PT. TPS kemudian
dijabat oleh 4 (empat) warga negara asing masing-masing : VT, WSC, LSM dan LGS yang kesehariannya lebih banyak tinggal di
Malaysia, sementara operasional sehari-hari PT. TPS dijalankan oleh FL yang
ditunjuk sebagai Kepala Perwakilan oleh Direksi TPS.
PPNS Kementerian Kehutanan telah menetapkan HJ dan 4
orang Direksi PT. TPS sebagai tersangka berdasarkan keterangan para saksi dan bukti
yang telah diperoleh. HJ telah ditangkap dan ditahan pada tanggal 19 Desember
2011, sedangkan 4 orang Direksi PT. TPS lainnya akan dimintakan status DPO dengan bantuan Bareskrim Mabes Polri. Barang
bukti yang telah disita berupa dokumen yang terkait dengan proses perijinan PT.
TPS. Selanjutnya barang bukti lainnya yang akan disita adalah kebun sawit, mess
karyawan, gudang dan landasan pacu pesawat yang berada di atas kawasan produksi
seluas ± 3.600 ha.
3.
Penanganan Perambah secara terpadu di TN. Bukit Barisan
Selatan, Lampung
Tahun
2011, Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan menetapkan target
penanganan perambahan pada wilayah seluas ± 9.689 ha dengan jumlah perambah ±
1.399 KK yang berdasarkan administrasi pemerintahan berada di Kecamatan Lemong,
Kabupaten Lampung Barat, di register 49B Krui Barat.
Penanganan
penurunan perambah dilaksanakan selama 5 hari mulai tanggal 3 sampai 7 Oktober
2011 yang melibatkan 600 orang personil yang terdiri dari personil Balai Besar
TN Bukit Barisan, Satuan Brimob Polda Lampung, Dinas Kehutanan Provinsi
Lampung, Polres Lampung Barat, TNI Kodim 0422 Lampung Barat, Kejaksaan Negeri
Lampung Barat, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, Balai KSDA Lampung, Balai TN
Way Kambas, Pam Swakarsa TNBBS dan beberapa NGO (WWF Indonesia, RPU-YABI, WCS
IP). Kegiatan operasi diawali dengan identifikasi pelaku perambah serta
serangkaian kegiatan yang bersifat persuasif dan preemtif. Guna memantapkan
rencana kegiatan, pihak BBBTN Bukit Barisan Selatan melaksanakan beberapa kali
rapat persiapan dengan berbagai pihak, antara lain dengan Polda Lampung, Tim
Terpadu Penurunan Perambah tingkat Kabupaten Lampung Barat maupun tingkat
Provinsi Lampung, hearing dengan Komisi II DPRD Provinsi Lampung maupun dengan
komisi IV DPR RI.
Perambah
yang berhasil diturunkan di Kecamatan Lemong sebanyak 92 KK, kawasan yang
berhasil dibebaskan dari tanaman eksotik 358 ha, tanaman yang dimusnahkan
680.867 batang, gubuk yang dibongkar 1.536 buah dan jembatan yang dibongkar 2
unit. Secara umum pelaksanaan operasi berjalan lancar tanpa hambatan yang
berarti dan tanpa terjadi bentrokan fisik antara petugas dengan para perambah.
4.
Kasus Peredaran illegal Satwa Liar dilindungi di Provinsi
Lampung
Informasi diperoleh dari forum komunikasi Jakarta, bahwa ada pengangkutan
satwa liar dilindungi dari Jakarta tujuan ke Medan dengan menggunakan angkutan
umum bus KURNIA. Petugas BKSDA Lampung berkoordinasi dengan Kepolisan Sektor
Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni untuk melaksanakan penyergapan bersama
petugas Kepolisian, dan WCU di pos jaga pintu keluar pelabuhan Bakauheni. Pukul
11.15 WIB bis KURNIA tiba, kemudian dilakukan pemeriksaan dan ditemukan
beberapa jenis satwa liar yang dilindungi dalam bagasi dan di dalam bis. Jam
11.30 WIB barang bukti dan 3 orang yang mengaku sebagai pemiliknya diamankan
dan dibawa ke kantor BKSDA Lampung, berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui
salah seorang pemilik satwa bernama SAS (36) pekerjaan sebagai penyalur burung
di Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
Barang bukti yang berhasil
diamankan adalah :
1. 2 (dua) ekor burung Cendrawasih,
2.
3 (tiga ) ekor burung Kakatua Raja,
3.
4 (empat) ekor burung Kakaktua Jambul kuning,
4.
2 (dua) ekor burung Nuri merah Kepala Hitam,
5.
10 (sepuluh) ekor burung Bayan dan
6.
9 (sembilan) ekor burung Merak
Sedangkan Satwa liar jenis Aves yang
tidak dilindungi yang juga dibawa tersangka
1. 16 ekor burung Kasturi
2. 4 ekor burung Dara laut
3. 2 ekor burung Kakatua alba
4. 4 ekor burung Srindit
Penerapan Pasal
Pasal
21 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya
dengan
pidana Penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah),-
Perkembangan penanganan perkara
1.
Perkara
ditangani/ disidik oleh PPNS BKSDA Lampung
2.
Tersangka
dititpkan di SEL polres Lampung Selatan
3.
Barang
bukti berupa satwa liar dititip rawatkan di PPS BKSDA Lampung, lembaga
Konservasi Bumi Kedaton.
Jakarta,
Desember 2011
Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan
dan
Konservasi Alam
Ir.
DARORI, MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar