Rabu, 11 Januari 2012

Menhut Lepasliarkan 1000 Ular di Kawasan Hutan Surowiti


Menteri Kehutanan akan melepasliarkan/restocking 1000 ular hasil penangkaran di Kawasan Hutan Surowiti, RPH Panceng, KPH Tuban, Jawa Timur, pada 4 Agustus 2011. Ular yang akan dilepasliarkan tersebut berasal dari penangkar yang selama ini telah bermitra dengan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Timur.

Ular merupakan salah satu satwa liar yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik kulit maupun bagian-bagian tubuh lainnya untuk kepentingan komsumsi ataupun obat tradisional. Pemenuhan terhadap kebutuhan pasar bagi spesies tumbuhan dan satwa liar termasuk ular diatur dalam kuota tahunan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang ditetapkan Direktur Jenderal PHKA atas rekomendasi LIPI.

Data kuota pemanfaatan ular tahun 2011, menunjukkan sedikitnya tercatat 83 (delapan puluh tiga) spesies ular yang dapat diperdagangkan untuk pasar lokal dan internasional, terutama untuk pasar kulit, konsumsi maupun peliharaan, dimana 20 spesies diantaranya merupakan jenis yang terdaftar dalam Apendiks CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Terdapat 22 (dua puluh dua) jenis ular di Jawa Timur yang tercatat dalam kuota pemanfaatan yang dapat diperjualbelikan untuk kepentingan peliharaan maupun kulit. Tingginya permintaan  komoditi ular baik berupa daging, kulit dan sebagai hewan peliharaan secara langsung berdampak terhadap meningkatnya tekanan terhadap populasi ular di alam.

Guna mengurangi tekanan terhadap populasi ular di alam dan tetap memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat, Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal PHKA menetapkan kebijakan penangkaran. Kegiatan penangkaran ular oleh Mitra Balai Besar KSDA Jawa Timur dimulai pada tahun 1998. Adapun spesies yang ditangkarkan meliputi  ular kobra (Naja sputatrix) sebanyak 500 ekor dan ular jali (Ptyas mucossus) sebanyak 500 ekor. Pada  perkembangannya, jenis ular yang ditangkarkan bertambah, yang terdiri dari  500 ekor ular air tawar bergaris (Homalopsis buccata), 500 ekor ular karung (Acrocordus javanicus), yang mulai dikembangkan pada tahun 2006 dan 400 ekor ular pucuk (Ptyas korros) yang mulai dikembangkan pada tahun 2007.

Kegiatan penangkaran tersebut berkembang dengan baik dan beberapa kali hasil penangkaran tersebut telah diekspor ke Hongkong dan China. Data populasi spesies ular di penangkaran saat ini, sebagai berikut: ular kobra (Naja sputatrix) sejumlah > 12.000 ekor, ular jali (Ptyas mucossus) sejumlah > 44.000 ekor, ular pucuk (Ptyas korros) sejumlah > 14.000 ekor, ular lanang sapi (Elaphe radiata)  sejumlah > 8.000 ekor, ular air tawar bergaris (Homalopsis buccata) sejumlah > 8.000 ekor dan ular karung (Acrocordus javanicus) sejumlah > 7.000 ekor.

Sebagai bentuk kepedulian dan dukungan kontribusi terhadap populasi ular di alam, penangkar ular di Jawa Timur berinisiasi positif dan dengan sukarela menyerahkan ular hasil penangkarannya kepada Pemerintah c.q Balai Besar KSDA Jawa Timur sebanyak 1.000 ekor untuk dapat dilepasliarkan ke habitat alam secara bertahap. Pada kesempatan ini, jumlah ular yang akan dilepasliarkan sebanyak 150 ekor, yaitu 50 ekor ular jali (Ptyas mucosus), 50 ekor ular pucuk (Ptyas korros) dan 50 ekor ular lanang sapi (Elaphe radiata). Adapun jenis ular kobra (Naja sputatrix), ular karung (Acrocordus javanicus) dan ular air tawar bergaris (Homalopsis buccata) akan dilepaskan dilokasi lain dengan pertimbangan ular kobra adalah termasuk ular berbahaya (berbisa keras), dan ular karung serta ular air tawar bergaris memerlukan habitat yang memiliki kelembaban tinggi (daerah persawahan basah). Pelaksanaan pelepasliaran dilakukan sesuai tahapan sistematis dan kajian ilmiah komprehensif, termasuk evaluasi dan monitoring pasca pelepasliaran harus terus dilakukan untuk memastikan keberhasilan program pelepasliaran spesies.

Kegiatan pelepasliaran ular hasil penangkaran ini bertujuan untuk: 1) Pengembangan pemberdayaan masyarakat desa penyangga kawasan hutan melalui kegiatan pengembangan basis plasma penangkaran diwilayah perbatasan hutan yang masyarakatnya banyak menjadi pencari/penangkap ular sebagai perolehan nilai tambah, 2) Memenuhi kewajiban restocking/pelepasliaran ular hasil penangkaran ke habitat alaminya untuk mendukung pemulihan populasi ular di alam, 3) Membantu proses pengendalian hama (tikus) secara biologis pada tanaman pertanian, dan 4) Mengembangkan metode penangkaran rearing system berbasis masyarakat, dimana ular dilepasliarkan ke alam agar ular tersebut dapat mencari makan sendiri dan pada periode tertentu ditangkap kembali/dipanen dalam jumlah dan ukuran tertentu oleh masyarakat pencari/penangkap ular untuk dimanfaatkan.


                                                 Jakarta,       Agustus 2011 
                                                 Kepala Pusat
                                                 u.b.
                                                 Kepala Bidang Pemberitaan dan Publikasi
                                                         

                                                 B I N T O R O
                                                 NIP.19580816 199003 1 001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar